Swift

Kayangan api di bojonegoro

Kayangan api terletak di kawasan hutan di Desa Sendangharjo Kecamatan Ngasem Bojonegoro Jawa Timur. Sebuah desa yang memiliki kawasan hutan kurang lebih 42,29% dari luas desa. Tempat itu dapat ditempuh dengan jarak 25 Km dari arah kota Bojonegoro.

Menurut cerita kayangan api adalah tempat bersemayamnya Mbah Kriyo Kusumo atau Empu Supa yang lebih dikenal dengan sebutan Mbah pandhe berasal dari kerajaan Majapahit. Mbah Pandhe ahli membuat alat-alat pusaka seperti keris, tombak, cudrik dan lain-lain. Sumber api tersebut masih dianggap keramat oleh masyarakat setempat. Api hanya boleh diambil pada saat-saat tertentu, seperti yang sudah-sudah, misalnya, upacara Jumenengan Ngarsodalem Hamengku Buwono X, untuk pembukaan Pekan Olahraga Nasional (PON) dan upacara-upacara yang dianggap sakral.


 Tempat wisata ini telah dibenahi dengan berbagai fasilitas seperti pendopo, tempat jajanan, jalan penghubung ke lokasi dan fasilitas lainnya. Lokasi kayangan api sangat baik untuk kegiatan sebagai lokasi wisata alam bebas(outbound). Dan pada hari-hari tertentu terutama pada hari Jum’at Pahing banyak orang berdatangan di lokasi tersebut untuk maksud tertentu seperti agar usahanya lancar, dapat jodoh, mendapat kedudukan dan bahkan ada yang ingin mendapat pusaka. Acara tradisional masyarakat yang dilaksanakan adalah Nyadranan (bersih desa) sebagai perwujudan terima kasih kepada Yang Maha Kuasa. Pengembangan wisata alam Kayangan Api diarahkan pada peningkatan prasarana dan sarana transportasi, telekomunikasi dan akomodasi yang memadai. Kunjungan ke obyek wisata.

Kabarnya, tak sembarang orang boleh mengambil api dari Kayangan Api. Izin hanya untuk orang dan acara khusus. Itu pun diawali ritual tertentu, yaitu selamatan dan pagelaran seni tayub (tayuban). Misalnya, upacara Jumenengan Ngarsodalem Hamengkubuwono X. Sebelum pengambilan api dari Kayangan Api, diselenggarakan selamatan dan tayuban dengan gending-gending Jawa khusus kesukaan Mpu Supo, yaitu gending Iling-Iling, Wani-Wani, dan Gunungsari. Bisa dibayangkan mistisnya karena saat gending-gending itu dilantunkan, tak seorang pun boleh menemani sinden tayub (waranggono) menari. Entahlah, tampaknya, diyakini bahwa Mpu Supolah yang menemani sang sinden.

You Might Also Like

0 comments